Saat kita
pertama kali berkenalan dengan seseorang, apa yang pertama kali kita sebutkan? Nama diri kita, tentunya. Dalam situasi formal
atau dalam konteks bisnis, kita biasanya memberikan/saling bertukar kartu nama.
Hal ini bertujuan supaya kita, sebelum berkomunikasi lebih lanjut, dapat
memastikan bahwa lawan bicara kita mengenal/tahu identitas diri kita, sehingga
komunikasi menjadi lebih efektif. Sebuah nama mewakili pribadi sang pemilik nama. Saat membicarakan seseorang, kita
menggunakan nama orang tersebut,
sehingga lawan bicara kita tahu siapa yang kita maksudkan. Jika pun kita tidak
mengetahui nama orang tersebut, kita akan "menciptakan" nama/sebutan
sendiri bagi orang itu. Begitu pentingnya sebuah nama.
Dalam kaitan dengan iman Kristiani kita, suatu "nama" pun dapat menjadi penanda iman itu. Kita tidak beriman kepada sekumpulan doktrin yang diajarkan seorang nabi atau pendiri agama. Kita beriman kepada suatu Pribadi, dan Pribadi itu memiliki nama. Yesus Kristus.
Selaku umat percaya,
yang sudah ditebus dengan darah Kristus -- dan karenanya, menjadi milik Allah
-- kita semua menyandang satu Nama yang sama, yaitu Nama di atas segala nama --
YESUS. Nama itu terpatri di dalam jiwa dan roh kita, walau tidak selalu nampak
secara fisik. Beberapa orang berusaha menunjukkannya melalui berbagai asesoris
"kristiani" seperti kalung salib, bros berbentuk salib, atau bahkan
tato bermotifkan salib. Apapun itu, kita semua yang mengaku percaya,
sesungguhnya telah "ditempeli", dicap, dimeterai, dengan Nama Yesus.
Seringkali, nama bukan hanya sekedar merupakan sebutan atau penunjuk identitas diri. Lebih dari itu, suatu nama dapat mewakili diri pribadi sang pemilik nama. Misalnya, jika seorang penguasa memberi perintah atau misi khusus kepada bawahan-bawahannya, dan mereka menjalankan tugas yang diberikan, maka dapat dikatakan: mereka bertindak atas nama sang penguasa. Jika ada dari kalangan rakyat yang menolak atau membangkang, maka penolakan atau pembangkangan itu bukan ditujukan kepada para bawahan itu, melainkan langsung kepada sang penguasa.
Bisa jadi
orang Kristen tidak menyadari bahwa nama Yesus adalah nama yang PENUH KUASA.
Bukan artinya rangkaian huruf Y-E-S-U-S itu yang mengandung kuasa, melainkan
oleh karena di belakang nama itu berdiri Sang Pribadi yang telah bersabda:
"Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa
di sorga dan di bumi" (Matius 28:18).
Seharusnya
kita BANGGA di saat menyebut nama yang agung itu di hadapan orang lain,
termasuk mereka yang tidak seiman. Namun kenyataannya, alih-alih merasa bangga,
banyak dari kita justru terkesan MALU menyebut nama itu di depan orang. Mengapa
bisa demikian?
Siapa tidak kenal AGNES MONICA? Mantan penyanyi cilik yang sekarang sudah go inernational itu, seperti kita tahu, selalu membuka setiap public speech-nya, terutama di saat menerima suatu penghargaan (award) di bidang musik, dengan ucapan syukur dan terima kasih kepada TUHAN YESUS. Nama yang agung itu disebutkannya dengan jelas dan lantang di hadapan semua orang yang mendengarnya. Dan hal itu bukan saja dilakukannya di Indonesia, tapi juga di luar negeri, seperti terlihat pada video di bawah ini (perhatikan pada 1:30):\
Adakah
suatu kebetulan jika karirnya terus menanjak? Sesungguhnya
Tuhan kita menghormati barangsiapa yang juga menghormati dan mengakui nama-Nya
di hadapan manusia, dan yang jujur berterus terang bahwa segala prestasi dan
pencapaiannya bukanlah karena kuat kuasanya sendiri, tapi atas anugerah-Nya
semata; dan Tuhan tidak segan-segan meng-'angkat' orang yang demikian, dalam
segala hal.
Sungguh
disayangkan, bahwa hal yang berlawanan justru banyak ditemui di kalangan kita
orang-orang percaya. Alih-alih menyebut nama Tuhan kita YESUS KRISTUS dengan
jelas dan tanpa ragu-ragu di hadapan orang lain khususnya yang tidak seiman,
sebagai satu-satunya Pribadi yang menjadi Sumber segala yang baik dalam hidup,
banyak dari kita lebih suka 'menyamarkan' nama-Nya dengan sebutan yang sangat umum seperti 'Tuhan' atau 'Yang Maha Kuasa',
atau 'Tuhan yang Maha Esa'. Padahal kita tahu sebutan yang demikian banyak
digunakan pula oleh umat beragama lain, untuk menyebut 'Tuhan' yang mereka
pahami menurut ajaran mereka sendiri.
Apakah
sebenarnya yang menghalangi kita untuk terang-terangan menunjukkan identitas
dari Dia yang kita sembah? Apakah karena kita merasa inferior sebagai kalangan minoritas dari segi jumlah? Atau, lebih buruk
lagi, karena kita sebenarnya kurang mempercayai Dia sebagai Penopang hidup kita
yang satu-satunya, sehingga malu mengakui Dia di hadapan orang lain?
Ingatlah
perkataan Yesus yang jelas-jelas mengecam pengikut-Nya yang malu mengakui Dia
di hadapan manusia:
"Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku
juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa
menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku
yang di sorga." (Matius 10:32-33)
Pikirkanlah
dengan jernih: Adakah hal yang lebih penting bagi kita dari pada diakui oleh Yesus di hadapan Bapa di sorga?
Bukankah segala hal yang kita anggap penting selama hidup kita yang fana, akan
menjadi tidak berarti apa-apa apabila sesudah mati, kita tidak diakui di hadapan takhta Allah yang Maha
Kuasa?
Beberapa
orang mungkin berdalih: mereka menahan diri untuk tidak menyebut nama Yesus
secara terang-terangan demi menjaga perasaan orang
lain yang tidak seiman. Ya, sekilas mungkin alasan ini dapat dimengerti.
Pertanyaannya adalah: apakah alasan itu dapat
dibenarkan? Adakah kita lebih suka mengorbankan perasaan Dia yang sudah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita, demi
perasaan orang lain yang mungkin tidak pernah
mengorbankan apapun untuk kita?
Bagaimana
dengan Anda? Masihkah Anda ragu-ragu menyebut nama YESUS dengan jelas dan
terang di depan kawan-kawan Anda yang tidak seiman, di saat menceritakan
kebaikan-Nya dalam hidup Anda?
Alkitab
berkata demikian :
Bersyukurlah
kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara
bangsa-bangsa! (Mazmur 105:1)
Masihkah
kita ragu-ragu untuk memasyhurkan Nama-Nya?