Natal
sebentar lagi tiba! Gemerlap perayaan setahun sekali ini, bagi mayoritas umat
Kristen memang amat ditunggu-tunggu. Di tengah-tengah kesibukan kita
mempersiapkan segala sesuatu untuk
perayaan Natal, penulis ingin mengajak sidang pembaca yang budiman untuk
sejenak membahas mengenai salah satu tradisi Natal yang telah dipercaya,
dipegang dan dilestarikan turun-temurun selama (mungkin) ratusan tahun.
Salah satu
tradisi ini, yang sudah diterima umum di kalangan warga gereja menyangkut
kelahiran Yesus adalah: bahwa Yesus dilahirkan di
kandang hewan.
Dari mana
asalnya tradisi ini? Tidak lain, berasal dari teks Lukas 2:7 yang berbunyi:
"Dan ia melahirkan seorang anak laki-laki,
anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di
dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan."
Kata
"palungan" dalam ayat inilah yang dijadikan patokan untuk
menyimpulkan bahwa peristiwa kelahiran itu terjadi di kandang hewan ternak,
atas asumsi bahwa di tempat itulah
sewajarnya ditempatkan sebuah palungan sebagai tempat menaruh makanan bagi
hewan ternak. Namun, benarkah demikian?
Mari kita
telusuri bersama.
Pertama,
ayat ini maupun bagian-bagian lain dalam Injil Lukas yang berbicara seputar
kelahiran Yesus, tidak sedikit pun
menyebut-nyebut tentang "kandang". Menempatkan sebuah keluarga muda,
apalagi dengan seorang wanita muda yang tengah hamil tua dan menjelang
bersalin, di dalam sebuah kandang
bukanlah sesuatu yang dapat diterima dari segi logika, etika moral, kultural,
atau apa pun - bahkan pada zaman itu sekalipun. Sekiranya penempatan di kandang
itu benar-benar terjadi, hal mana akan merupakan sesuatu yang sangat tidak biasa dan di luar kewajaran umum,
pastilah penulis Injil Lukas akan menyebutkannya secara eksplisit, dan
terang-terangan menyebut "kandang" sebagai tempat kelahiran Tuhan.
Kedua, kata dalam bahasa asli Injil Lukas (bhs Yunani) yang
diterjemahkan dengan "rumah penginapan" dalam ayat tersebut adalah kataluma (κατάλυμα). Penelusuran lebih jauh
menyangkut kata ini mengungkapkan beberapa hal, di antaranya:
- Kata ini memiliki cakupan pengertian yang luas. Bisa mengacu kepada semacam tempat bermalam bagi rombongan kafilah; biasanya tempat-tempat semacam ini dibangun di sisi jalan raya yang sering dilewati rombongan kafilah semacam itu, berupa lapangan terbuka yang dikelilingi bangunan khusus yang berfungsi seperti "benteng" yang melindungi rombongan tersebut (lihat gambar). Hewan-hewan yang difungsikan sebagai pengangkut barang (unta, keledai, dll.) ikut dibawa masuk ke dalamnya.
Kebanyakan terjemahan Alkitab yang kita miliki menerjemahkan
kata kataluma dalam Lukas 2:7 dalam
pengertian tempat bermalam seperti ini; walau tidak tertutup kemungkinan bagi
pengertian lain, yang akan kita bahas kemudian.
- Memang ada juga semacam penginapan yang biasanya berada di dalam kota, dan berupa bangunan khusus semacam hotel untuk tempat menginap; tapi Injil Lukas menggunakan kata yang berbeda untuk menggambarkan tempat semacam ini, yaitu pandocheion (πανδοχεῖον), yang dapat kita temui dalam Lukas 10:34, yang konteksnya adalah perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati.
Sekiranya yang dimaksud oleh Lukas 2:7 adalah
"penginapan" semacam ini, mengapa bukan kata pandocheion ini yang dipergunakan?
- Kata yang sama (kataluma) dipergunakan di dalam Lukas 22:11. Konteks ayat ini adalah: Tuhan Yesus yang akan merayakan Paskah bersama murid-murid-Nya, mengutus Petrus dan Yohanes untuk mempersiapkan tempat untuk perayaan itu. Ayat itu berbunyi demikian:
"Dan katakanlah kepada
tuan rumah itu: Guru bertanya kepadamu: di manakah ruangan tempat Aku
bersama-sama dengan murid-murid-Ku akan makan Paskah?"
Di sini kata kataluma
yang diterjemahkan dengan "ruangan" itu mengandung pengertian
"ruang tamu", yakni ruangan khusus yang biasanya disediakan di dalam
rumah-rumah orang Yahudi pada zaman itu, untuk menampung orang-orang yang
sedang dalam perjalanan dan mencari persinggahan atau tempat bermalam; itu
adalah hal biasa pada zaman itu.
Berdasarkan
penemuan arkeologis dan penyelidikan terhadap sumber-sumber sejarah, didapati
bahwa interior rumah Yahudi di zaman itu biasanya terbagi dua: ruang utama untuk pemilik rumah dan
keluarganya, biasanya terletak di lantai dasar/bawah; dan ruang tamu yang umumnya terletak di lantai
atas. Tambahan pula: di ruang utama yang di lantai bawah itu biasanya ada
bagian yang disediakan khusus untuk menampung hewan
milik keluarga tersebut (kambing, domba, atau bahkan kuda pada keluarga yang
cukup berada) pada malam hari (lihat gambar). Tujuannya adalah untuk melindungi
hewan-hewan itu dari pencuri atau binatang buas; di samping itu, keberadaan
hewan-hewan itu di dalam rumah itu ikut menambah hawa hangat, yang memang
dibutuhkan pada malam hari. Di bagian khusus itu pula diletakkan - antara lain
- palungan, untuk tempat makan/minum
hewan-hewan tersebut.
Sekarang
mari kita tengok keberadaan Yusuf dan Maria, tunangannya, yang saat itu tengah
mengandung. Perjalanan mereka dari Nazaret ke Betlehem, adalah karena sedang
diadakan sensus oleh penguasa Romawi, yang pada masa itu memang tengah menjajah
Yudea; dan setiap penduduk diwajibkan kembali ke kota asalnya untuk didaftarkan di sana. Yusuf adalah keturunan Raja Daud, yang kampung halamannya adalah
Betlehem (sering disebut juga kota Daud),
maka ke sanalah dia harus pergi.
Mungkin
sekali Yusuf memiliki sanak keluarga di Betlehem (walau Alkitab tidak
menyebutkannya), dan adalah hal yang wajar apabila sesampai di kampung
halamannya itu ia memilih singgah di rumah sanak keluarganya itu, ketimbang
menyinggahi penginapan atau tempat
bermalam yang biasa disinggahi rombongan kafilah seperti yang digambarkan di
atas.
Kenyataan
bahwa bayi Yesus, sesudah dilahirkan, dibaringkan di dalam palungan, oleh karena mereka tidak mendapat
tempat di dalam kataluma sebagaimana
disebutkan dalam Lukas 2:7 itu, dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Keadaan Maria yang sedang hamil tua, tidak memungkinkan mereka untuk mengadakan perjalanan secara cepat, dan di Betlehem mereka sudah keduluan oleh sanak keluarga dari kota-kota lain; wajarlah jika kataluma atau ruang tamu di dalam rumah sanak keluarga yang mereka singgahi sudah penuh.
- Tuan rumah pun berinisiatif menempatkan Yusuf dan Maria di ruang utama di lantai bawah - yang bersebelahan dengan bagian khusus tempat menampung hewan. Namun pastilah mereka takkan ditempatkan di bagian khusus hewan itu, walau mungkin sekali ruang utama itu sendiri pun sudah penuh juga oleh sanak keluarga lainnya.
- Lantas bagaimana menjelaskan mengapa bayi Yesus, sesudah dilahirkan, ditempatkan di palungan? Bukankah ini memberi kesan bahwa Yusuf dan Maria memang ditempatkan di bagian penampungan hewan itu? Tidak juga. Pada waktu Maria bersalin, tentulah memerlukan privasi, sebagaimana layaknya bagi perempuan bersalin di manapun. Sementara ruangan-ruangan di rumah itu, yang sudah terisi penuh, baik yang di lantai atas untuk tamu, maupun yang di lantai bawah, tidak memungkinkan dia mendapatkan privasi itu. Satu-satunya tempat yang memungkinkan adalah bagian rumah yang menampung hewan itu. Sekiranya Maria melahirkan di siang hari, otomatis dia mendapat privasi di situ, karena di siang hari hewan-hewan itu tengah berada di luar rumah. Kalau dia melahirkan di malam hari, maka keluarga tuan rumah itu dapat mengambil tindakan darurat dengan menyingkirkan sementara hewan-hewan itu ke luar, untuk memberi tempat bagi Maria melahirkan di situ.
Jadi,
kejadian sebenarnya tidaklah sebagaimana yang biasa digambarkan dalam
drama-drama Natal modern di mana Yesus dilahirkan dalam kesepian, kesendirian,
di kandang hewan yang terpencil. Bayi Yesus justru dilahirkan di tengah-tengah
sanak keluarga-Nya, orang-orang yang memang menunggu kehadiran-Nya. Karena
keadaan ibu-Nya, Maria, yang sudah hamil tua, tentu semua orang dalam rumah itu
sudah bersiap-siap mengantisipasi saat bersalinnya yang sudah dekat.
Tambahan
pula: Betlehem adalah sebuah desa kecil (Mikha 5:2), sehingga peristiwa
kelahiran seorang bayi pastilah dengan segera dapat diketahui semua orang di
sana. Pastilah banyak orang yang datang menengok sang bayi dan ibunya, di
samping sanak keluarga mereka sendiri. Itulah sebabnya para gembala di padang (Lukas 2:8-20), yang mendapat
pemberitahuan dari malaikat bahwa Mesias yang baru lahir itu dapat ditemui
sedang terbaring di ""palungan", pastilah tidak sulit menemukan
Dia. Mungkin mereka datang ke rumah tempat Yesus dilahirkan itu di saat
orang-orang lain, dari sanak keluarga di sana, tengah berkumpul di malam hari
itu di sekeliling bayi yang baru lahir itu. Itu sebabnya dikatakan dalam Lukas
2:17-18,
"Dan ketika mereka
melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka
tentang Anak itu. Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang
dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka."
Para
gembala itu terang-terangan mengutip pesan malaikat, bahwa bayi yang ada di
tengah-tengah mereka saat itu adalah Mesias. Tentulah hal itu sangat
mengherankan semua orang yang hadir di sana pada saat itu. Mungkin ada yang
percaya, ada pula yang tidak; Alkitab tidak menceritakan lebih jauh, yang
disebutkan hanya keheranan yang timbul.
Demikianlah
sedikit paparan seputar kelahiran Tuhan kita, yang sedapat mungkin dilakukan
secara obyektif dengan berpatokan semata-mata pada kesaksian Alkitab dan hasil
penelitian historis dan arkeologis; kiranya boleh memberi pencerahan pada warga
gereja dan sidang pembaca dari kalangan yang lebih luas, untuk lebih
mengapresiasi historisitas Tuhan Yesus, sang Mesias itu, yang sudah hadir di
tengah-tengah sejarah umat manusia dan dengan demikian menjadi bagian dari
sejarah itu sendiri.
Selamat
menyambut Natal, Tuhan Yesus memberkati!